“Kita hidup di dunia yang telah memantapkan dirinya melampaui pembenaran apapun. Di sini kritik tidak lebih berguna dibanding satire. Tapi keduanya pun tidak berdampak apa-apa.”
Kutipan The Invisible Commite di atas kemungkinan cukup relevan untuk mengawali keseluruhan jurnal ini.
Pada konteks yang lebih jauh cukup bisa merepresentasikan dunia seni beserta gejolak yang tumbuh mengakar di dalamnya.
Seni sudah mati bukan karena ia tidak lagi menjadi amunisi untuk protes sosial dan politik, tapi ia juga adalah bangkai hidup ketika tidak lagi memberikan ruang untuk dikritik. Para insurgen anarkis meresponnya dalam coretan dinding pada Komune Paris ‘68 dengan bunyi: “SENI SUDAH MATI, JANGAN NIKMATI BANGKAINYA!”.
Kita tidak akan berbicara lebih jauh tentang diskursus sejarah seni dan kegagalannya, akan tetapi, secara hati-hati terus berupaya menghindari pengkultusan sejarah, serta tidak akan turut berpartisipasi dalam peran melinierkan estetika seni. Alasannya cukup jelas, kami sudah muak dengan pelbagai dikotomi antar baik dan buruk, bagus dan jelek, benar dan salah. Kami tidak mereposisi keterlibatan kami, alih-alih menjadi oposisi, kami menjadi sangat fleksibel dalam mengaplikasikan seni sesuai keinginan dengan alasan kebebasan. Kami bosan dengan kecenderungan yang menjadi pelaku seni yang hanya menghargai sebuah karya lewat estetika dan nilai komoditinya semata.
Menerobos pakem-pakem yang dijadikan adiluhung para seniman ekslusif, kita selalu menghindari menitikberatkan paradigma seni pada kiblat apapun, bahkan melampaui irasionalitas dadaisme yang menjadi dogma para surrealis.
Selalu ada kemungkinan bahwa jurnal tidak berbicara soal seni, melainkan sebuah perspektif filsafat yang lahir dari para pelaku seni yang keluar dari bawah tanah untuk sekedar memuntahi gemerlap dunia seni kontemporer.
Jurnal ini akan selalu berupaya menghindari epistemologi karya seni secara eksplisit demi melepasliarkan hasrat berpikir dan meracau, yang menurut kami adalah salah satu instrumen penting untuk menarasikan seni hari ini dan perannya dalam kehidupan individu secara sosial dan psikologis.
★★★
“Butuh suatu kegilaan untuk memahami normalitas”
Unduh Jurnal RAF Vol. I di bawah ini: